Penelitian Tindakan Kelas
PENELITIAN TINDAKAN KELAS

Oleh :Sriyono

A. Pendahuluan

Upaya peningkatan kualitas penedidikan merupakan utama dalam pembangunan pendidikan dewasa ini. Salah satu pendekatan pemecahan permasalahan pendidikan dalam rangka peningkatan kualitas pendidikan tersebut adalah pemanfaatan penelitian pendidikan. Sayangnya, berbagai hasil penelitian pemanfaatanya masih kurang dirasakan dampaknya dalam bentuk peningkatan kualitas pembelajaran di kelas.

Ada sekurang-kurangnya dua alasan, mengapa hasil penelitian pendidikan kurang berdampak langsung dalam peningkatan kualitas pembelajaran di kelas tersebut. Pertama, penelitian pendidikan biasanya dilakukan oleh para pakar, sehingga walau obyek yang diteliti adalah kelas, guru tidak menghayati permasalahan yang diteliti. Guru tidak telibat dalam proses penelitian, sehingga tidak terjadi pembentukan pengetahuan (knowledge constuction) yang merupakan hasil penelitian. Kedua, penyebarluasan (dessimination) hasil penelitian memerlukan waktu yang lama untuk sampai pada praktisi.

Untuk menjawab mengapa hasil penelitian pendidikan kurang berdampak langsung dalam peningkatan kualitas pembelajaran di kelas tersebut, suatu model penelitian yang sering disebut dengan “Penelitian Tindakan Kelas (PTK)” muncul. Guru tidak lagi sebagai penerima pembaruan namun guru memiliki tanggung jawab dan berperan aktif untuk mengembangkan pengetahuan dan ketrampilannya melalui proses penelitian tindakan yang dilakukan terhadap proses pembelajaran yang dikelolanya. Lebih dari itu, guru akan memperoleh pengetahuan yang dibangun sendiri oleh prilaku tindakannya.

B. Pengertian dan Karakteristik Penelitian Tindakan Kelas

Penelitian tindakan kelas (classroom action research) adalah suatu bentuk kajian yang bersifat reflektif oleh pelaku tindakan, yang dilakukan untuk meningkatkan kemantapan rasional dari tindakan-tindakan mereka dalam melaksanakan tugas, memperdalam tindakan-tindakan yang dilakukannya itu, serta memperbaiki kondisi dimana praktek-praktek pembelajaran tersebut dilakukan (Tim Pelatihan Proyek PGSM, 1999). Proses PTK menbentuk spiral, dimana masing-masing siklus terdiri atas empat fase yaitu, perencanaan (planing), tindakan (action), observasi (observation) dan refleksi (reflection).

Penelitian tindakan kelas muncul karena adanya permasalahan praktis yang dirasakan dalam pelaksanaan tugas sehari-hari oleh guru sebagai pengelola program pembelajaran di kelas atau jajaran staf pengajar di sekolah, karenanya PTK memeiliki karakteristik:

1. Situasional, kontekstual, berskala kecil, praktis, terlokalisasi dan secara langsung bergantung pada situasi nyata dalam dunia kerja. Ia berkenaan dengan diagnosis suatu masalah dalam konteks tertentu dan usaha untuk memecahkan masalah tersebut dalam konteks terakit. Subyeknya dapat siswa di kelas, petatar di kelas penataran, anggota staf, dan yang lain yang penelitinya terlibat dengan mereka.
2. Memberikan kerangka kerja yang teratur kepada pemecahan masalah. Penelitian tindakan juga bersifat empiris dalam hal bahwa ia mengandalkan observasi nyata dan data perilaku, dan tidak lagi termasuk kajian panitia yang subyektif atau pendapat orang berdasarkan pengalaman masa lalunya.
3. Fleksibel dan adaptif, dan oleh karenanya memungkinkan adanya perubahan selama masa percobaan dan pengabaian pengontrolan karena lebih menekankan sifat tanggap dan pengujicobaan dan pembaharuan di tempat kejadian.
4. Partisipatori karena peneliti atau anggota peneliti turut ambil bagian secara langsung atau tidak langsung dalam melaksanakan penelitian.
5. Self-evaluatif, yaitu memodifikasi secara kontinu terhadap obyek evaluasi dalam situasi yang ada, yang tujuan akhirnya adalah untuk meningkatkan praktik dengan cara tertentu.

f. Perubahan dalam praktik didasari pengumpulan informasi atau data yang memberikan dorongan untuk terjadinya perubahan.

7. Meskipun berusaha secara sistematis, penelitian tindakan secara ilmiah kurang ketat karena kesahihan dalam dan luarnya lemah.

C. Prinsip-prinsip Penelitian Tindakan Kelas

Ada enam prinsip yang menuntun pelaksanaan penelitian tindakan (Hopkins, 1993: 57-61), yaitu :

1. Apapun metode PTK yang diterapkan hendaknya tidak mengganggu kegiatan pengajaran. Untuk itu ada tiga catatan, yaitu (1) dalam mencobakan suatu tindakan yang baru setidaknya telah diyakini bahwa hasilnya belum sesui dengan yang dikehendaki atau masih kurang dengan “cara lama”. Karena cara yang baru masih dlam taraf ujicoba, maka guru harus mempertimbangkan jalan keluar “terbaik” bagi para siswanya; (2) itrasi dari siklus tindakan dilakukan dengan pertimbangan keterlaksanaan kurikulum secara keseluruhan, khususnya dalam pemahaman siswa yang mendalam bukan hanya terkabarnya “silabus” pada siswa (deep understanding versus content coverage); (3) penetapan banyaknya siklus tindakan mengacu pada penguasaan yang ditargetkan pada tahap perancangan dan sama sekali bukan mengacu pada kejenuhan informasi (saturation of information).

2. Metode pengumpulan data tidak menuntut waktu yang berlebihan sehingga proses pembelajaran tidak terganggu. Dengan kata lain, pengumpulan data harus dapat dilakukan sendiri oleh guru sementara ia tetap aktif berfungsi sebagai guru secara penuh.

3. Metode yang digunakan harus cukup reliabel, sehingga guru dapat mengidentifikasi serta merumuskan hipotesis secara cukup meyakinkan, mengembangkan strategi yang dapat diterapkan pada situasi kelasnya, serta memperoleh data yangdapat digunakan untuk menjawab hipotesis

4. Masalah yang diteliti merupakan masalah yang cukup merisaukan, dan bertolak dari tanggungjawab profesionalnya, dan guru memiliki komitmen untuk mengatasinya. Komitmen ini perlu karena merupakan motivator bagi guru untuk untuk “bertahan” dalam pelaksanaan kegiatannya yang nyata-nyata menuntut lebih dari yang sebelumnya.

5. Guru harus selalu bersikap konsisten menaruh kepedulian tinggi terhadap prosedur etika yang berkaitan dengan pekerjaannya. PTK hadir dalam kontek organisasional sehingga penyelenggaraanya harus mengindahkan tatakrama kehidupan organisasi.

6. Meskipun obyek PTK adalah kelas (mata pelajaran), namun dalam pelaksanaan PTK, permasalahan yang diteliti harus dipandang sebagai perspektif misi sekolah secara keseluruhan (classroom exceeding perspective)

D. Tujuan dan Fungsi Penelitian Tindakan Kelas

Penelitian tindakan berbeda dengan penelitian terapan. Tim Pelatihan Proyek PGSM (1999) menunjukkan bahwa penelitian terapan lebih ketat dan tidak memberikan sumbangan langsung pada pemecahan masalah; sedangkan penelitian tindakan lebih ditujukan untuk memperoleh pengetahuan pada situasi atau sasaran khusus daripada pengetahuan yang secara ilmiah tergeneralisasi. Semua penelitian tindakan termasuk didalamnya PTK memiliki dua tujuan utama, yakni untuk meningkatkan dan melibatkan. Penelitian tindakan bertujuan untuk mencapai tiga hal berikut: a) peningkatan praktik; b) peningkatan (atau pengembangan professional) pemhaman praktik oleh praktisinya; c) peningkatan situasi tempat pelaksanaan praktik (Kemmis & Grundy, 1987).

Lebih lanjut, McNiff (1997) menyatakan bahwa PTK dilaksanakan dengan tujuan untuk perbaikan. PTK merupakan cara yang strategis bagi para guru untuk memperbaiki atau meningkatkan layanan pendidikan yang harus diselenggarakan dalam kontek pembelajaran di dalam kelas atau peningkatan kualitas progaram sekolah secara keseluruhan.

Dilihat dari fungsinya, PTK memiliki fungsi yang sangat strategis. Coehn & Manion (1980: 211)menyatakan bahwa PTK dapat memiliki lima kategori fungsi, yaitu:

a. sebagai alat untuk mengatasi masalah-masalah yang didiagnosis dalam situasi spesifik, atau untuk meningkatkan keadaan tertentu dengan cara tertentu;

b. sebagai alat pelatihan dalam-jabatan, membekali guru dengan keterampilan dan metode baru dan mendorong timbulnya kesadaran-diri;

c. sebagai alat untuk memasukkan pendekatan tambahan atau inovatif terhadap pengajaran dan pembelajaran ke dalam sistem yang dalam keadaan normal menghambat inovasi dan perubahan;

d. sebagai alat untuk meningkatkan komunikasi antara guru dan peneliti;

e. sebagai alat untuk menyediakan alternatif bagi pendekatan yang subjektif, impresionistik terhadap pemecahan masalah kelas.

E. Kelebihan dan Kekurangan Penelitian Tindakan Kelas

Penelitian tindakan kelas yang merupakan penelitian kolaboratif memiliki kelebihan dan kelemahan. Mengenai kelebihannya Burns (1994) yang dikutip oleh Suwarsih Madya (2000) menyatakan bahwa proses penelitian kolaboratif memperkuat kesempatan bagi hasil penelitian tentang praktek pendidikan untuk diumpanbalikkan ke sistem pendidikan dengan cara yang lebih substansial dan kritis. Proses tersebut mendorong guru untuk berbagi masalah-masalah umum dan bekerja sama sebagai masyarakat penelitian untuk memeriksa asumsi, nilai dan keyakinan yang sedang mereka pegang dalam kultur sosio-politik lembaga tempat mereka bekerja. Proses kelompok dan tekanan kolektif kemungkinan besar akan mendorong keterbukaan terhadap perubahan kebijakan dan praktek. Penelitian tindakan kolaboratif secara potensial lebih memberdayakan daripada penelitian tindakan yang dilakukan secara individu karena menawarkan kerangka kerja yang mantab untuk perubahan keseluruhan.

Wallace (1997) juga mengidentifikasi kelebihan penelitian tindakan kolaboratif, yang dicirikhasi sebagai: kedalaman cakupan, validitas dan reliabilitas, dan motivasi. Dipandang dari kedalaman dan cakupannya, dalam PTK semakin banyak orang yang terlibat maka akan makin banyak data dapat dikumpulkan, apakah dalam kedalaman (misalnya studi kasus tunggal) atau dalam cakupan (misalnya beberapa populasi yang lebih besar), atau dalam keduanya;

Validitas dan reliabilitas dari PTK akan lebih bisa dijamin karena melibatkan orang lain, sehingga lebih mudah melakukan penyelidikan satu persoalan dari sudut-sudut yang berbeda, mungkin dengan menggunakan teknik penelitian yang berbeda (yaitu menggunakan trianggulasi).

Motivasi mungkin merupakan aspek penting dalam melakukan pekerjaan apapun. Dalam PTK, jika jika dinamika kelompok benar, bekerja sebagai anggota tim lebih bersemangat daripada bekerja sendiri. Kelebihan ini akan diperoleh jika anggota tim benar-benar kompatibel dalam bekerja. Jika tidak, kelemahan penelitian tindakan kolaboratif akan muncul ke permukaan. Kolaborasi antara orang-orang dengan latar belakang yang berbeda rentan terhadap ketidakharmonisan hubungan kerja. Ketidakharmonisan ini dapat menghasilkan kemcetan komunikasi antara mereka yang terlibat sehingga mengurangi kredibilitas interpretasi data.

Untuk menghindari munculnya kelemahan ini disarankan agar diluangkan waktu untuk membicarakan aturan-aturan dasar (Wallace, 1987):

· Apa yang akan kita lakukan?

· Mengapa kita menangani masalah ini? (Apakah kita memiliki motivasi yang sama, atau motivasi yang berbeda?)

· Bagaimana kita akan melakukannya? (Siapa melakukan apa dan kapan?)

· Berapa banyak masing-masing waktu dari kita akan dihabiskan untuk keperluan ini?

· Berapa sering kita akan bertemu, di mana dan kapan?

· Apa hasil akhir yang diharapkan? (Suatu ceramah atau artikel; atau sekedar pengalaman yang sama?)

F. Disain dan Prosedur Penelitian Tindakan Kelas

Penelitian tindakan kelas merupakan penelitian yang dilakasanakan secara berdaur dari kegiatan pembelajaran. Menurut Raka Joni dkk (1988), ada 5 tahap yang berangkai dalam pelaksanaan PTK, tahap tahap tersebut yaitu, (1) pengembangan fokus permasalahan penelitian; (2) perencanaan tindakan perbaikan; (3) pelaksanaan tindakan perbaikan, obsevasi dan interpretasi; (4) analisis dan refleksi; dan (5) perencanaan tindakan lanjut.

1. Permasalahan

Dalam PTK diawali adanya permasalahan mengganggu yang dianggap menghalangi pencapaian tujuan pendidikan sehingga berdampak terhadap proses atau hasil belajar. Untuk itu dalam menemukan masalah pada PTK guru harus mampu merefleksi, merenung, seta berfikir balik dalam rangka mengidentifikasi sisi-sisi lemah yang ada. Dari identifikasi kelemahan-kelemahan ini, dengan bermitra dan/atau sendiri menganalisis permasalahan-permasalahan tersebut untuk menentukan urgensi pemecahan.

Berawal dari sini, guru dan/atau bersama mitranya (dalam kolaborari) menetapkan fokus permasalahan dan merumuskannya secara lebih tajam. Agar permasalahan yang dirumuskan memiliki ketajaman, jika perlu guru dan/atau bersama mitranya mengumpulkan data tambahan di lapangan secara lebih sistematis atau melakukan kajian pustaka yang relevan. Dengan rumusan masalah yang tajam tersebut, diagnosa kemungkinan penyebab permasalahan akan lebih cermat, sehinga terbuka peluang untuk menjajagi alternatif-alternatif tindakan perbaikan yang diperlukan. Alternatif pemecahan masaah yang dinilai baik kemudian diterjemahkan menjadi progaram tindakan perbaikan yang akan dicobakan.

2. Perencanaan Tindakan

Dari segi definisi, perencanan tindakan harus prospektif pada tindakan, rencana itu harus memandang ke depan. Peneliti harus mengakui bahwa semua tindakan yang dilakukan memiliki batas-batas tertentu dan mengandung resiko. Rencana harus cukup fleksibel untuk dapat diadaptasikan dengan pengaruh yang tak dapat terduga dan kendala yang sebelumnya tidak terlihat.

Dari sudut alternatif tindakan yang dilakukan, karena PTK merupakan penelitian dengan tujuan perbaikan, maka perencanaan tindakan mengindikasikan dugaan terhadap perbaikan yang terjadi jika tindakan dilakukan. Dugaan ini dalam PTK disebut dengan hipotesis. Perumusan hipotesis pada PTK berbeda dengan perumusan hipotesis pada penelitian formal. Jika pada penelitian formal hipotesis menyatakan relasi antara dua variabel atau lebih, namun pada PTK hipotesis dinyatakan dengan “kita percaya bahwa tindakan kita akan merupakan solusi yang dapat memecahkan permasalahan yang diteliti”

Agar dapat menyusun hipotesis tindakan dengan tepat, sebagai peneliti guru dapat melakukan (1) pengkajian terhadap literatur-literatur yang relevan; (2) diskusi dengan rekan sejawat, pakar pendidikan, peneliti lain; (3) mengkaji pendapat dan saran pakar pendidikan khususnya yang dituangkan dalam bentuk progaram; (4) merefleksi pengalaman sendiri sebagai guru.

Kemudian disamping pernyatan hipotesis, langkah persiapan yang tidak kalah pentingnya adalah pembuatan skenario pembelajaran yang berisikan langkah-langkah yang akan dilakukan guru disamping bentuk-bentuk kegiatan yang akan dilakukan siswa dalam rangka implementasi kegiatan perbaikan. Mempersiapkan fasilitas pendukung yang diperlukan dalam kelas. Mempersiapkan cara merekam dan menganalisi data mengenai proses dan hasil perbaikan . melakukan simulasi sehingga dapat mempertebal kepercayaan diri dalam pelaksanaan sebenarnya.

3. Pelaksanaan Tindakan Observasi dan Iterpretasi

Pelaksanan tindakan yang dimaksud di sini adalah tindakan yang dilakukan secara sadar dan terkendali, yang merupakan variasi praktik yang cermat dan bijaksana. Sehubungan dengan hal itu, praktik diakui sebagai gagasan dalam tindakan dan tindakan itu digunakan sebagai pijakan bagi pengambangan tindakak-tindakan berikutnya, yaitu tindakan yang disertai niat untuk memperbaiki keadaan. Tindakan dituntun oleh perencanaan dalam arti bahwa rencana hendaknya diacu dalam hal dasar pemikirannya, namun demikian perlu diingat bahwa tindakan itu tidak secara mutlak dikendalikan oleh rencana.

Salah satu perbedaan antara penelitian tindakan dan tindakan biasa adalah bahwa penelitian tindakan diamati. Pelakunya bertujuan mengumpulkan bukti tentang tindakan mereka agar dapat sepenuhnya menilai. Untuk mempersiapkan evaluasi, sebelum bertindak mereka memikirkan jenis bukti yang akan diperlukan untuk mengevaluasi tindakannya secara kritis.

Observasi dan interpretasi sebagainan lazimnya penelitian formal juga dilakukan, namun pada PTK obsevasi dan interpretasi memiliki kontek serta filosofi yang berbeda dengan penelitian formal. Observasi berfungsi untuk mendokumentasikan semua peristiwa dan kegiatan yang terjadi selama tindakan perbaikan dilakukan. Hasil obsrvasi ini terkadang secara bersamaan diinterpretasikan selama proses observasi. Oleh karena itu perlu dirancang mekanisme perekaman yang tidak mencapur adukan antara data dengan interpretasi.

Peneliti tindakan perlu mengamati peoses tindakannya, pengaruh tindakan (yang disengaja dan tak sengaja), keadaan dan kendala tindakan, cara keadaan dan kendala tersebut menghambat atau mempermudah tindakan yang telah direncanakan dan pengaruhnya, dan persoalan lain yang timbul. Observasi dan iterpretasi harus selalu dituntun oleh niat untuk memberikan dasar sehat bagi refleksi diri yang kritis. Observasi dan iterpretasi memberikan pertanda tentang pencapaian refleksi. Dengan demikian, observasi dapat memberikan andil pada perbaikan praktik melalui pemahaman yang lebih baik dan tindakan yang secara lebih kritis dipikirkan.

Dalam PTK, observasi dan iterpretasi kelas akan memberikan manfaat pabila pelaksanaannya diikuti dengan diskusi balikan (review discussion). Diskusi balikan ini dimaksudkan melihat kelemahan dan kelebihan dari proses, serta menyusun tindak lanjut dari PTK tersebut. Satu kesalahan terjadi jika pada diskusi balikan ini hanya dipusatka pada kesalahan aktor tindakan, diberikan oleh satu arah dari pengamat kepada guru, dan bertolak dari kesan-kesan yang tidak didukung data, serta dilakukan terlalu lama setelah observasi.

4. Analisis dan Refleksi

Yang dimaksud dengan refleksi adalah mengingat dan merenungkan kembali suatu tindakan persis seperti yang telah dicatat dalam observasi. Refleksi berusaha memahami proses, masalah, persoalan, dan kendala yang muncul selama proses tindakan. Refleksi mempertimbangkan ragam perspektif yang mungkin ada pada seluruh yang terlibat pada PTK, dan memahami persoalan dan keadaan tempat timbulnya persoalan itu. Refleksi biasanya dibantu oleh diskusi di antara para peserta. Melalui diskusi, refleksi kelompok sampai pada rekonstruksi makna situasi sosial dan memberikan dasar perbaikan rencana. Refleksi memiliki aspek evaluatif—refleksi meminta peneliti tindakan untuk menimbang-nimbang pengalamannya—untuk menilai apakah pengaruh (persoalan yang timbul) memang diinginkan, dan memberikan saran-saran tentang cara-cara untuk meneruskan pekerjaan. Tetapi ada juga pengertian bahwa refleksi itu deskriptif, yaitu memungkinkan dilakukannya peninjauan, pengembangan gambaran yang lebih hidup tentang kehidupan dan pekerjaan dalam situasinya, tentang kendala yang dihadapi dalam melakukan tindakan, dan yang lebih penting adalah tentang apa yang mungkin dilakukan oleh kelompok dan setiap anggota dalam rangka mencapai tujuan.

Referensi

Hopkins, David. (1993). A teacher’s Guide to Classrom Research 2nd ed. Philadelphia: Open University Press.

Kemmis, S & Grundy, S. (1997). Education Action Research in Australia: organizations and practice , in S. Hollingsworth (ed.), International Action Research: a Casebook for Educational Reform. London: Falmer Press

McNiff, J . (1997). Action Research: Principle and Practice. London: Rautledg

Raka Joni dkk. (1988). Penelitian Tindakan Kelas: beberapa permasalahannya. PCP, PPGSM Bogor: Ditjen Dikti.

Suwarsih Madya. (2000). Kompetensi Dasar pemnewlitian tindaka. Makalah disampaikan dalam Sarasehan Komunitas Penelitian Tindakan. Yogyakarta: Lemlit, UNY,

Tim Pelatihan Proyek PGSM. (1999). Penelitian tindakan Kelas. Jakarta: Ditjen Dikti, Depdikbud .
Google Translate
Arabic Korean Japanese Chinese Simplified Russian Portuguese
English French German Spain Italian Dutch
  • Follower


    ShoutMix chat widget


    .